KRI Klewang saat uji pelayaran. (Foto: PT Lundin)
19 Juli 2013, Banyuwangi: Pembuatan Kapal Republik Indonesia Klewang kedua oleh PT Lundin Industry Invest hingga kini belum jelas kapan akan dimulai. Kapal pertama yang dibuat perusahaan itu terbakar habis tahun lalu.
"Saya belum tahu kapan mulai dan selesainya," kata Komandan Pangkalan TNI Angkatan Laut Banyuwangi, Letnan Kolonel (P) Edi Eka Susanto, Jumat, 19 Juli 2013.
Menurut Edi, PT Lundin baru saja menyerahkan perencanaan desain dan bahan baku KRI Klewang kedua kepada Kementerian Pertahanan. Klewang kedua, kata dia, akan dibuat dengan bahan berbeda yang lebih tahan api. "Kabarnya sudah disetujui," kata dia.
Pembuatan Klewang kedua ini, kata Edi, akan mendapatkan pengawasan langsung dari TNI AL. "Kita akan dampingi."
Saat dikonfirmasi, Direktur PT Lundin Industry Invest, Lizza Lundin, enggan menjawab pertanyaan Tempo. "Nanti kita bicarakan, Mbak," kata Lizza dalam pesan pendek.
Sebelumnya, PT Lundin Industry Invest, perusahaan pembuat kapal perang asal Banyuwangi, Jawa Timur, optimistis akan memulai pembuatan KRI Klewang kedua pada Januari 2013. "Semoga awal 2013 bisa dimulai," kata Direktur PT Lundin, Lizza, dalam pesan 20 Desember 2012 lalu.
KRI Klewang pertama terbakar pada Jumat sore, 28 September 2012 lalu. Hasil penyelidikan PT Lundin menyebutkan terbakarnya kapal tersebut disebabkan korsleting listrik saat pemasangan mesin dan instalasi listrik dari galangan ke kapal.
KRI Klewang 625 sebelumnya didesain sebagai kapal cepat rudal berlambung tiga (trimaran). Kapal yang dibangun dengan biaya Rp 114 miliar ini menggunakan teknologi mutakhir berbahan komposit karbon.
PT Lundin mengklaim teknologi komposit karbon merupakan yang pertama di Asia. Kelebihannya, kapal lebih ringan dan irit bahan bakar sehingga bisa melesat dengan kecepatan hingga 30 knot.
Perusahaan itu memulai pembuatan Klewang pada 2007 dengan melakukan riset ke sejumlah negara. Pembuatannya baru dilakukan pada 2009. Proyek ini didanai APBN 2009 hingga APBN 2011 senilai total Rp 114 miliar.
Namun, sebelum Klewang dioperasikan oleh TNI AL, kapal sepanjang 63 meter itu terbakar hebat hingga ludes. TNI AL menilai insiden itu menjadi tanggung jawab PT Lundin karena belum diserahterimakan kepada TNI AL.
Sumber: TEMPO
Berita Pertahanan dan Keamanan, Industri Militer Indonesia dan Dunia, Wilayah Kedaulatan NKRI serta Berita Militer Negara Sahabat
Saturday, July 20, 2013
Skuadron Pesawat Tanpa Awak Segera Mengawasi Perbatasan Kalbar
Pesawat Tanpa Awak Heron produksi IAI. (Foto: IAI)
19 Juli 2013, Komandan Lanud Supadio, Pontianak, Kolonel Penerbang Ir. Novyan Samyoga mengatakan, dalam waktu dekat, sebanyak 12 unit pesawat tanpa awak akan dioperasikan untuk melakukan pengawasan di wilayah perbatasan Kalimantan Barat.
"Dalam melakukan pengawasan di wilayah perbatasan udara Indonesia-Malaysia, Pangkalan Udara Supadio Pontianak akan mengoperasikan pesawat tanpa awak. Pesawat tanpa awak itu nantinya akan mengawasi seluruh wilayah perbatasan," kata Novyan di Sungai Raya, Jumat (19/7).
Dia mengatakan, rencananya pesawat tanpa awak tersebut akan awal tahun depan. Menurutnya jika menggunakan tenaga manusia untuk mengawasi perbatasan dibutuhkan ribuan orang, bahkan jika menggunakan pesawat biasa memiliki keterbatasan dari sisi bahan bakar, sehingga pengawasan di wilayah perbatasan tidak dapat maksimal.
"Jika menggunakan pesawat tanpa awak bisa mutar-mutar, ambil foto dan video, baru pesawat kembali ke Lanud Supadio," tuturnya.
Novyan menjelaskan, Lanud Supadio dilengkapi pesawat tanpa awak lantaran Kalbar berada di wilayah perbatasan. Pesawat tanpa awak yang digunakan ada dua jenis yaitu, jenis wulung buatan lokal dan heron buatan luar negeri.
"Sengaja kami gabung karena pesawat tanpa awak buatan Indonesia baru di buat, sedangkan yang luar negeri sudah maju. Dengan digabungnya, nanti produksinya bisa meniru luar negeri sehingga ke depan pesawat lokal kita makin bagus," katanya.
Dia menuturkan pesawat tanpa awak jenis wulung sebanyak nantinya akan ada sebanyak delapan unit sedangkan jenis heron yang buatan luar negeri sebanyak empat unit.
Nantinya pesawat berangkat dari Lanud Supadio dan setelah mengambil gambar ke setiap kawasan perbatasan maka pesawat akan kembali ke Lanud Supadio Lagi.
"Semua pesawat itu kumpul di Lanud Supadio Pontianak dan dikontrol dari Lanud Supadio oleh pilot handal TNI AU. Pesawat setelah mengawasi akan kembali lagi ke Lanud Supadio Pontianak," kata Novyan.
Sumber: Suara Pembaruan
19 Juli 2013, Komandan Lanud Supadio, Pontianak, Kolonel Penerbang Ir. Novyan Samyoga mengatakan, dalam waktu dekat, sebanyak 12 unit pesawat tanpa awak akan dioperasikan untuk melakukan pengawasan di wilayah perbatasan Kalimantan Barat.
"Dalam melakukan pengawasan di wilayah perbatasan udara Indonesia-Malaysia, Pangkalan Udara Supadio Pontianak akan mengoperasikan pesawat tanpa awak. Pesawat tanpa awak itu nantinya akan mengawasi seluruh wilayah perbatasan," kata Novyan di Sungai Raya, Jumat (19/7).
Dia mengatakan, rencananya pesawat tanpa awak tersebut akan awal tahun depan. Menurutnya jika menggunakan tenaga manusia untuk mengawasi perbatasan dibutuhkan ribuan orang, bahkan jika menggunakan pesawat biasa memiliki keterbatasan dari sisi bahan bakar, sehingga pengawasan di wilayah perbatasan tidak dapat maksimal.
"Jika menggunakan pesawat tanpa awak bisa mutar-mutar, ambil foto dan video, baru pesawat kembali ke Lanud Supadio," tuturnya.
Novyan menjelaskan, Lanud Supadio dilengkapi pesawat tanpa awak lantaran Kalbar berada di wilayah perbatasan. Pesawat tanpa awak yang digunakan ada dua jenis yaitu, jenis wulung buatan lokal dan heron buatan luar negeri.
"Sengaja kami gabung karena pesawat tanpa awak buatan Indonesia baru di buat, sedangkan yang luar negeri sudah maju. Dengan digabungnya, nanti produksinya bisa meniru luar negeri sehingga ke depan pesawat lokal kita makin bagus," katanya.
Dia menuturkan pesawat tanpa awak jenis wulung sebanyak nantinya akan ada sebanyak delapan unit sedangkan jenis heron yang buatan luar negeri sebanyak empat unit.
Nantinya pesawat berangkat dari Lanud Supadio dan setelah mengambil gambar ke setiap kawasan perbatasan maka pesawat akan kembali ke Lanud Supadio Lagi.
"Semua pesawat itu kumpul di Lanud Supadio Pontianak dan dikontrol dari Lanud Supadio oleh pilot handal TNI AU. Pesawat setelah mengawasi akan kembali lagi ke Lanud Supadio Pontianak," kata Novyan.
Sumber: Suara Pembaruan
KRI Kerapu-812 Amankan Perairan Perbatasan dengan Filipina
(Foto: Dispenarmatim)
19 Juli 2013, Surabaya: Sebagai upaya untuk mendukung pengamanan perairan laut wilayah timur, Satuan Kapal Patroli (Satrol) Koarmatim mengerahkan unsur Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) yang siap bertugas di wilayah tersebut. Kapal perang yang disiagakan itu dari jenis Kapal Patroli Cepat atau Fast Patrol Boat (FPB) KRI Kerapu – 812.
Keberangkatan KRI Kerapu – 812 ke medan tugas, dilepas oleh Komandan Satrol Koarmatim Kolonel Laut (P) Suhartono di Dermaga Satrol Koarmatim, Ujung Surabaya, (19/07). Operasi tersebut diberi sandi Arung Hiu 2013. Selanjutnya kapal perang yang di komandan Mayor Laut (P) Kusumo Atmojo itu akan bertugas melaksanakan patroli intensif di sekitar perairan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) III yang berada di perbatasan Indonesia Filipina.
(Foto: Dispenarmatim)
Dalam sambutannya saat brifing bersama prajurit KRI Kerapu, Dansatrol Koarmatim menyampaikan misi dan penugasan khusus yang diemban oleh kapal perang tersebut selama kurang lebih tiga bulan. Tugas khusus tersebut di antaranya adalah mencegah upaya – upaya penyelundupan barang ilegal berupa Narkoba, Senjata Api (Senpi) dan perompakan yang disinyalir kerap terjadi di wilayah perairan tersebut.
Selain itu secara umum kapal perang buatan PT. Pal Indonesia itu juga bertugas untuk menindak aksi – aksi kejahatan dan pelanggaran di laut seperti penangkapan ikan ilegal (Ilegal Fishing), penyelundupan hasil hutan (ilegal Logging) dan tindakan kejahatan di laut lainnya.
Sumber: Dispenarmatim
19 Juli 2013, Surabaya: Sebagai upaya untuk mendukung pengamanan perairan laut wilayah timur, Satuan Kapal Patroli (Satrol) Koarmatim mengerahkan unsur Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) yang siap bertugas di wilayah tersebut. Kapal perang yang disiagakan itu dari jenis Kapal Patroli Cepat atau Fast Patrol Boat (FPB) KRI Kerapu – 812.
Keberangkatan KRI Kerapu – 812 ke medan tugas, dilepas oleh Komandan Satrol Koarmatim Kolonel Laut (P) Suhartono di Dermaga Satrol Koarmatim, Ujung Surabaya, (19/07). Operasi tersebut diberi sandi Arung Hiu 2013. Selanjutnya kapal perang yang di komandan Mayor Laut (P) Kusumo Atmojo itu akan bertugas melaksanakan patroli intensif di sekitar perairan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) III yang berada di perbatasan Indonesia Filipina.
(Foto: Dispenarmatim)
Dalam sambutannya saat brifing bersama prajurit KRI Kerapu, Dansatrol Koarmatim menyampaikan misi dan penugasan khusus yang diemban oleh kapal perang tersebut selama kurang lebih tiga bulan. Tugas khusus tersebut di antaranya adalah mencegah upaya – upaya penyelundupan barang ilegal berupa Narkoba, Senjata Api (Senpi) dan perompakan yang disinyalir kerap terjadi di wilayah perairan tersebut.
Selain itu secara umum kapal perang buatan PT. Pal Indonesia itu juga bertugas untuk menindak aksi – aksi kejahatan dan pelanggaran di laut seperti penangkapan ikan ilegal (Ilegal Fishing), penyelundupan hasil hutan (ilegal Logging) dan tindakan kejahatan di laut lainnya.
Sumber: Dispenarmatim
Indonesia dan Australia Teken Perjanjian Hibah Empat Unit C-130H Hercules
Menhan Purnomo Yusgiantoro (kedua kiri) didampingi Wamenhan Syafrie Syamsudin (tengah), Sekjen Kemhan Letjen TNI Budiman (kedua kanan), Kabaranahan Kemenhan Laksda TNI Rachmad Lubis (kanan) berbincang dengan Kepala Quantas Aviation Services Glen Brown (kiri) seusai menandatangani nota kesepahaman (MoU) antara Pemerintah Indonesia dan Australia terkait hibah empat pesawat angkut jenis Hercules di Jakarta, Jumat (19/7). (Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir/ed/Spt/13)
19 Juli 2013, Jakarta: Jakarta - Menteri pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan Indonesia diuntungkan dengan hibah empat unit pesawat Hercules jenis C-130 dari Australia. Keuntungan utama adalah dari segi ekonomi.
Dengan biaya sebesar AUS$ 63 juta, Indonesia sudah bisa mendapatkan empat buah pesawat. "Kalau di rata-rata per unit kita hanya mengeluarkan sebesar AUS$ 15 juta, padahal harga pesawat tersebut berkisar sekitar AUS$ 75 juta," kata Purnomo, Jumat, 19 Juli 2013.
Dari segi teknis, ia melanjutkan, keempat pesawat itu bisa digunakan untuk menambah jumlah pesawat jenis serupa. "Kebutuhan pesawat Hercules saat ini tidak hanya untuk pertahanan tapi juga untuk operasi bencana."
KASAU TNI Marsekal Ida Bagus Putu berbicara dengan Komandan Skuadron Robert Sokol saat meninjau simulator C-130H Hercules. KASAU Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia didampingi Marsekal Pertama TNI Zulhasymi melakukan kunjungan kerja ke sarang C-130H Hercules Pangkalan Udara Richmod, 30 Mei 2013. (Foto: Commonwealth of Australia, Department of Defence)
Selain itu, jika ditinjau dari segi kecanggihan, Purnomo mengatakan walaupun bekas namun lebih canggih dari pesawat jenis serupa yang dimiliki Indonesia. "Ini pesawat menggunakan sistem digital, pesawat kita belum ada."
Disinggung mengenai kelayakan terbang, Head of QDS Glen Brown mengatakan bahwa pesawat tersebut masih cukup laik terbang. "Kelayakan terbangnya masih sekitar 600 jam per tahun," kata Glenn.
Glenn mengatakan sisa usia produktif pesawat itu masih cukup lama yaitu sekitar 30 tahun. "Jadi masih bisa digunakan sekitar 18.000 jam terbang".
Hari ini, pemerintah Indonesia melalui Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan Duta Besar Austrtalia Greg Moriarty menandatangani perjanjian hibah empat buah pesawat Hercules tipe C-130. Selain itu kedua belah pihak masih merundingkan rencana pembelian lima pesawat jenis serupa di masa depan.
Sumber: TEMPO
19 Juli 2013, Jakarta: Jakarta - Menteri pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan Indonesia diuntungkan dengan hibah empat unit pesawat Hercules jenis C-130 dari Australia. Keuntungan utama adalah dari segi ekonomi.
Dengan biaya sebesar AUS$ 63 juta, Indonesia sudah bisa mendapatkan empat buah pesawat. "Kalau di rata-rata per unit kita hanya mengeluarkan sebesar AUS$ 15 juta, padahal harga pesawat tersebut berkisar sekitar AUS$ 75 juta," kata Purnomo, Jumat, 19 Juli 2013.
Dari segi teknis, ia melanjutkan, keempat pesawat itu bisa digunakan untuk menambah jumlah pesawat jenis serupa. "Kebutuhan pesawat Hercules saat ini tidak hanya untuk pertahanan tapi juga untuk operasi bencana."
KASAU TNI Marsekal Ida Bagus Putu berbicara dengan Komandan Skuadron Robert Sokol saat meninjau simulator C-130H Hercules. KASAU Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia didampingi Marsekal Pertama TNI Zulhasymi melakukan kunjungan kerja ke sarang C-130H Hercules Pangkalan Udara Richmod, 30 Mei 2013. (Foto: Commonwealth of Australia, Department of Defence)
Selain itu, jika ditinjau dari segi kecanggihan, Purnomo mengatakan walaupun bekas namun lebih canggih dari pesawat jenis serupa yang dimiliki Indonesia. "Ini pesawat menggunakan sistem digital, pesawat kita belum ada."
Disinggung mengenai kelayakan terbang, Head of QDS Glen Brown mengatakan bahwa pesawat tersebut masih cukup laik terbang. "Kelayakan terbangnya masih sekitar 600 jam per tahun," kata Glenn.
Glenn mengatakan sisa usia produktif pesawat itu masih cukup lama yaitu sekitar 30 tahun. "Jadi masih bisa digunakan sekitar 18.000 jam terbang".
Hari ini, pemerintah Indonesia melalui Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan Duta Besar Austrtalia Greg Moriarty menandatangani perjanjian hibah empat buah pesawat Hercules tipe C-130. Selain itu kedua belah pihak masih merundingkan rencana pembelian lima pesawat jenis serupa di masa depan.
Sumber: TEMPO
Wednesday, July 17, 2013
Legislator Dukung PT DI Kembangkam Pesawat Versi Sipil dan Militer
Tiga teknisi PT Dirgantara Indonesia melakukan pekerjaan "final assy" pesawat CN 235, di hanggar PT Dirgantara Indonesia, di Bandung, Selasa (30/4). Pesawat ini merupakan salah satu dari tiga pesawat yang dipesan oleh Kementerian Pertahanan kepada PTDI. (Foto: ANTARA/Hermanus Prihatna/Koz/ama/13.
17 Juli 2013, Jakarta: Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PPP Husnan Bey Fananie menyambut positif terhadap terus mengalirnya pesanan dan kontrak pembuatan pesawat sipil dan militer PT Dirgantara Indonesia (PT DI). Menurut dia, itu mencerminkan bahwa kualitas produksi pesawat Indonesia tidak kalah produksi negara -negara maju.
Jadi, kata Husnan, sudah semestinya ini membuat bangsa Indonesia makin percaya diri dan mendukung PT DI untuk terus mengembangkan kemampuan dalam memproduksi pesawat terbang, baik versi sipil dan militer.
"Saya kira, banyaknya minat dari negara-negara di kawasan Asean khususnya terhadap hasil produksi pesawat PT DI, mencerminkan pesawat produksi PT DI, khususnya versi militer terus mendapat perhatian luas dari negara lain. Sehingga saat ini PT DI sudah mulai merasakan hasilnya, dengan mulai banyaknya kontrak-kontrak yang telah disepakati dengan beberapa negara yang memesan pesawat, seperti seri 235 versi militer," ujar Husnan kepada JurnalParlemen, Rabu (17/7).
Husnan berharap, kehadiran UU Industri Pertahanan juga bisa menjadi arahan bagi upaya pengembangan industri pertahanan dalam negeri dalam memproduksi alutsista, baik untuk kepentingan pengembangan sistem pertahanan sendiri maupun untuk dipasarkan ke negara lain.
Kata Husnan, makin banyaknya negara lain yang tertarik dan terus melakukan upaya kerjasama dalam bidang kedirgantaraan dengan PT DI ini, semakin menunjukkan bahwa pesawat produksi PT DI tetap memiliki sekmen pasar sendiri, baik dari segi harga, kualitas dan teknologi, ditengah-tengah persaingan dengan pesawat-pesawat tempur canggih yang ditawarkan pihak AS, Rusia dan negara-negara Eropa.
"Kita harapkan, nantinya pasarnya bisa menembus kawasan lainnya seperti Eropa. Itu tidak mustahil, karena sebelumnya negara AS saja pernah memesan dan menggunakan pesawat PT DI untuk pesawat patroli di pantainya," katanya.
Sebelumnya diberitakan Direktur bidang Kualitas sekaligus Manager Komunikasi PT DI Sonny Saleh Ibrahim mengatakan, tahun ini pihaknya memproyeksikan tiga kontrak kerja yaitu jalinan kontrak dengan Filipina, Thailand, dan Malaysia.
Sonny menjelaskan, di antara ketiga proyeksi itu, kemungkinan besar, yang segera terealisasi yaitu dengan Filipina. Pasalnya masih dalam proses tender. "Proyeknya, pembuatan 2 unit CN 235 NPA, yang nilainya sekitar 31-33 juta Dollar Amerika Serikat (AS) per unit. Lalu, 2 unit CN 295, yang nilainya sekitar 36 juta Dollar AS per unit," kata Sonny Sabtu (13/7) lalu.
Sonny mengutarakan, Thailand melakukan pemesanan 2 CN 295 untuk Thailand Royal Police. Negara itu ingin memperkuat armada kepolisiannya.
Sementara negara ASEAN lainnya, yaitu Malaysia juga siap menjalin kerjasama dengan PT DI. Bentuknya yaitu modifikasi CN 235 sport menjadi CN 235 NPA. Nilai kontrak modifikasi itu sekitar 8-10 juta dolar AS per unit. Selain modifikasi, Malaysia pun siap memesan 3 unit CN 235 NPA.
Sumber: Jurnal Parlemen
17 Juli 2013, Jakarta: Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PPP Husnan Bey Fananie menyambut positif terhadap terus mengalirnya pesanan dan kontrak pembuatan pesawat sipil dan militer PT Dirgantara Indonesia (PT DI). Menurut dia, itu mencerminkan bahwa kualitas produksi pesawat Indonesia tidak kalah produksi negara -negara maju.
Jadi, kata Husnan, sudah semestinya ini membuat bangsa Indonesia makin percaya diri dan mendukung PT DI untuk terus mengembangkan kemampuan dalam memproduksi pesawat terbang, baik versi sipil dan militer.
"Saya kira, banyaknya minat dari negara-negara di kawasan Asean khususnya terhadap hasil produksi pesawat PT DI, mencerminkan pesawat produksi PT DI, khususnya versi militer terus mendapat perhatian luas dari negara lain. Sehingga saat ini PT DI sudah mulai merasakan hasilnya, dengan mulai banyaknya kontrak-kontrak yang telah disepakati dengan beberapa negara yang memesan pesawat, seperti seri 235 versi militer," ujar Husnan kepada JurnalParlemen, Rabu (17/7).
Husnan berharap, kehadiran UU Industri Pertahanan juga bisa menjadi arahan bagi upaya pengembangan industri pertahanan dalam negeri dalam memproduksi alutsista, baik untuk kepentingan pengembangan sistem pertahanan sendiri maupun untuk dipasarkan ke negara lain.
Kata Husnan, makin banyaknya negara lain yang tertarik dan terus melakukan upaya kerjasama dalam bidang kedirgantaraan dengan PT DI ini, semakin menunjukkan bahwa pesawat produksi PT DI tetap memiliki sekmen pasar sendiri, baik dari segi harga, kualitas dan teknologi, ditengah-tengah persaingan dengan pesawat-pesawat tempur canggih yang ditawarkan pihak AS, Rusia dan negara-negara Eropa.
"Kita harapkan, nantinya pasarnya bisa menembus kawasan lainnya seperti Eropa. Itu tidak mustahil, karena sebelumnya negara AS saja pernah memesan dan menggunakan pesawat PT DI untuk pesawat patroli di pantainya," katanya.
Sebelumnya diberitakan Direktur bidang Kualitas sekaligus Manager Komunikasi PT DI Sonny Saleh Ibrahim mengatakan, tahun ini pihaknya memproyeksikan tiga kontrak kerja yaitu jalinan kontrak dengan Filipina, Thailand, dan Malaysia.
Sonny menjelaskan, di antara ketiga proyeksi itu, kemungkinan besar, yang segera terealisasi yaitu dengan Filipina. Pasalnya masih dalam proses tender. "Proyeknya, pembuatan 2 unit CN 235 NPA, yang nilainya sekitar 31-33 juta Dollar Amerika Serikat (AS) per unit. Lalu, 2 unit CN 295, yang nilainya sekitar 36 juta Dollar AS per unit," kata Sonny Sabtu (13/7) lalu.
Sonny mengutarakan, Thailand melakukan pemesanan 2 CN 295 untuk Thailand Royal Police. Negara itu ingin memperkuat armada kepolisiannya.
Sementara negara ASEAN lainnya, yaitu Malaysia juga siap menjalin kerjasama dengan PT DI. Bentuknya yaitu modifikasi CN 235 sport menjadi CN 235 NPA. Nilai kontrak modifikasi itu sekitar 8-10 juta dolar AS per unit. Selain modifikasi, Malaysia pun siap memesan 3 unit CN 235 NPA.
Sumber: Jurnal Parlemen
Tuesday, July 16, 2013
Komponen Cadangan Mengoptimalkan Sistem Pertahanan Indonesia
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro (kedua kiri) dan Sekjen Kementerian Pertahanan Letjen TNI Budiman (kedua kanan), menghadiri rapat kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/5). Raker tersebut digelar antara lain membahas RUU Komponen Cadangan Pertahanan dan program legislasi nasional bidang pertahanan serta tindak lanjut kerjasama pembuatan jet tempur dengan Korea Selatan. (Foto: ANTARA FOTO/Ismar Patrizki/ama/13)
16 Juli 2013, Jakarta: Sesuai dengan sistem pertahanan negara, komponen pertahanan terdiri atas komponen utama, komponen cadangan, dan komponen pendukung. Kini, Rancangan Undang-Undang Komponen Cadangan (RUU Komcad) sudah berada di DPR dan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2013. Legislasi tersebut mengatur bagaimana perekrutan komponen cadangan, kompensasi, dan statusnya, sehingga memberikan kejelasan bahwa komcad bukan wajib militer.
Pembentukan komponen cadangan juga memberikan keuntungan dalam rangka mengoptimalkan sistem pertahanan RI ke depan. Dengan keberadaan komcad, kekuatan pengganda untuk komponen utama (TNI) yang dihasilkan, jauh lebih besar dari yang ada sekarang. "Biaya yang dikeluarkan negara untuk operasional pertahanan negara pun akan lebih murah," kata Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan (Dirjen Pothan Kemhan) Dr Ir Pos M Hutabarat, di Jakarta, baru-baru ini.
Menurut dia, anggaran pendidikan, pelatihan, dan kompensasi, untuk para anggota komcad nanti tak semahal total biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk komponen utama saat ini. Jika UU Komcad diterapkan, tutur dia, negara bisa menghemat anggaran belanja pegawai.
Ia berpendapat, pembentukan komcad sama pentingnya dengan program pengadaan dan modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI. "Begitu pula halnya dengan peningkatan kesejahteraan prajurit," katanya.
Untuk itu, jelas Pos Hutabarat, pemerintah kini terus membangun modernisasi alutsista dan kesejahteraan prajurit secara simultan. "Ini adalah sebuah sistem, jadi semua saling mengisi," ujarnya. Dirjen Pothan mengungkapkan, pemerintah telah mengalokasikan dana sangat besar untuk pengadaan dan modernisasi alutsista hingga 2014 nanti.
Jumlah anggaran yang disediakan mencapai Rp 150 triliun. Dana ini digunakan untuk pembelian sejumlah unit peralatan militer seperti Tank Leopard buatan Jerman, kapal perang jenis Multi Role Light Frigate dari Belanda, dan pesawat angkut jenis C-295. Di samping itu, anggaran ini juga digunakan untuk biaya produksi tank panser oleh PT Pindad, serta beberapa kerja sama alutisista dengan negara-negara lain.
Bukan Wajib Militer
Dia memaparkan, komcad meski dilatih secara ketentaraan, bukanlah wajib militer. Tetapi, lebih merupakan pelatihan dasar kemiliteran kepada masyarakat yang terpilih, dengan status tetap warga sipil, untuk selanjutnya diorganisasi dalam rangka menjaga kesiapsiagaan bila sewaktu-waktu dibutuhkan bagi kepentingan pertahanan NKRI.
Dirjen Pothan, menjelaskan, RI menganut sistem pertahanan semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan sumber daya nasional lainnya, yang berada dan dimiliki oleh bangsa Indonesia. Ini dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah dan berlanjut, untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman.Pos Hutabarat menambahkan, proses pembentukan komponen cadangan melalui beberapa tahapan.
Di antaranya, pertama, pengumuman pendaftaran calon anggota komcad di instansi pemerintah, swasta dan media massa. Kedua, calon anggota secara suka rela mendaftarkan diri. Ketiga, seleksi calon yang memenuhi persyaratan umum dan kompetensi selanjutnya dilatih dasar kemiliteran. "Komponen cadangan adalah warga sipil yang dilatih militer dan bila terjadi perang dikerahkan melalui mobilisasi oleh Presiden dengan status sebagai kombatan di tiga matra. sewaktu-waktu meraka dapat dikerahkan untuk memperbesar serta memperkuat kekuatan dan kemampuan TNI. Jadi, mereka akan digunakan ke tiga angkatan tersebut bila terjadi perang," katanya.
Konsepnya, tutur Pos Hutabarat, mereka akan dilatih dalam enam minggu. Selama latihan, gaji mereka ditanggung pemerintah. Setelah kembali ke pekerjaan masing-masing, dalam setahun mereka masih diwajibkan berlatih selama satu bulan. "Ini agar kemampuannya sebagai komcad tetap terjaga," katanya.
Pos Hutabarat menegaskan, program komcad amat penting. Sebagai posisi tawar terhadap negara lain. "Karena keberadaan mereka memiliki efek gentar bila jumlah pasukan kita besar," ujarnya.
Dia mencontohkan China yang memiliki tiga juta tentara, dengan lima juta komcad. Jika RUU Komcad lolos, Dirjen Pothan menyebutkan, pemerintah menargetkan jumlah anggota komponen cadangan RI antara 100-120 ribu orang dalam 20 tahun. "Jika respon masyarakat positif dan anggarannya cukup, maka akan diperbesar," katanya. Anggaran program ini akan diambilkan dari APBN. Dirjen Pothan mengatakan, RUU Komcad sudah menjadi salah satu prioritas dalam Prolegnas 2009-2014. Saat ini, legislasi tersebut sudah berada di parlemen.
"Diharapkan tahun ini sudah mulai dibahas dan bisa selesai pada 2014. Sosialisasi di media massa sudah dilakukan Kemhan, dan kita melihat bahwa masyarakat menginginkan RUU Komcad ini bisa diselesaikan," ujarnya.
Lebih lanjut, Pos Hutabarat menambahkan, tak ada batas maksimum untuk komponen cadangan, yang penting mereka memiliki keahlian dan sudah mempunyai pekerjaan tetap. Setelah selesai, mereka akan kembali bekerja dan kalau dibutuhkan seandainya terjadi perang, mereka akan dipanggil untuk memperkuat komponen utama (TNI). Sementara itu, untuk perusahaan swasta wajib mengizinkan karyawannya menjadi anggota komponen cadangan.
"Mereka tak perlu memberikan gaji, karena akan ditanggung pemerintah melalui kompensasi yang diberikan saat mengikuti pelatihan," ucapnya.
Sumber: Suara Karya
16 Juli 2013, Jakarta: Sesuai dengan sistem pertahanan negara, komponen pertahanan terdiri atas komponen utama, komponen cadangan, dan komponen pendukung. Kini, Rancangan Undang-Undang Komponen Cadangan (RUU Komcad) sudah berada di DPR dan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2013. Legislasi tersebut mengatur bagaimana perekrutan komponen cadangan, kompensasi, dan statusnya, sehingga memberikan kejelasan bahwa komcad bukan wajib militer.
Pembentukan komponen cadangan juga memberikan keuntungan dalam rangka mengoptimalkan sistem pertahanan RI ke depan. Dengan keberadaan komcad, kekuatan pengganda untuk komponen utama (TNI) yang dihasilkan, jauh lebih besar dari yang ada sekarang. "Biaya yang dikeluarkan negara untuk operasional pertahanan negara pun akan lebih murah," kata Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan (Dirjen Pothan Kemhan) Dr Ir Pos M Hutabarat, di Jakarta, baru-baru ini.
Menurut dia, anggaran pendidikan, pelatihan, dan kompensasi, untuk para anggota komcad nanti tak semahal total biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk komponen utama saat ini. Jika UU Komcad diterapkan, tutur dia, negara bisa menghemat anggaran belanja pegawai.
Ia berpendapat, pembentukan komcad sama pentingnya dengan program pengadaan dan modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI. "Begitu pula halnya dengan peningkatan kesejahteraan prajurit," katanya.
Untuk itu, jelas Pos Hutabarat, pemerintah kini terus membangun modernisasi alutsista dan kesejahteraan prajurit secara simultan. "Ini adalah sebuah sistem, jadi semua saling mengisi," ujarnya. Dirjen Pothan mengungkapkan, pemerintah telah mengalokasikan dana sangat besar untuk pengadaan dan modernisasi alutsista hingga 2014 nanti.
Jumlah anggaran yang disediakan mencapai Rp 150 triliun. Dana ini digunakan untuk pembelian sejumlah unit peralatan militer seperti Tank Leopard buatan Jerman, kapal perang jenis Multi Role Light Frigate dari Belanda, dan pesawat angkut jenis C-295. Di samping itu, anggaran ini juga digunakan untuk biaya produksi tank panser oleh PT Pindad, serta beberapa kerja sama alutisista dengan negara-negara lain.
Bukan Wajib Militer
Dia memaparkan, komcad meski dilatih secara ketentaraan, bukanlah wajib militer. Tetapi, lebih merupakan pelatihan dasar kemiliteran kepada masyarakat yang terpilih, dengan status tetap warga sipil, untuk selanjutnya diorganisasi dalam rangka menjaga kesiapsiagaan bila sewaktu-waktu dibutuhkan bagi kepentingan pertahanan NKRI.
Dirjen Pothan, menjelaskan, RI menganut sistem pertahanan semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan sumber daya nasional lainnya, yang berada dan dimiliki oleh bangsa Indonesia. Ini dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah dan berlanjut, untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman.Pos Hutabarat menambahkan, proses pembentukan komponen cadangan melalui beberapa tahapan.
Di antaranya, pertama, pengumuman pendaftaran calon anggota komcad di instansi pemerintah, swasta dan media massa. Kedua, calon anggota secara suka rela mendaftarkan diri. Ketiga, seleksi calon yang memenuhi persyaratan umum dan kompetensi selanjutnya dilatih dasar kemiliteran. "Komponen cadangan adalah warga sipil yang dilatih militer dan bila terjadi perang dikerahkan melalui mobilisasi oleh Presiden dengan status sebagai kombatan di tiga matra. sewaktu-waktu meraka dapat dikerahkan untuk memperbesar serta memperkuat kekuatan dan kemampuan TNI. Jadi, mereka akan digunakan ke tiga angkatan tersebut bila terjadi perang," katanya.
Konsepnya, tutur Pos Hutabarat, mereka akan dilatih dalam enam minggu. Selama latihan, gaji mereka ditanggung pemerintah. Setelah kembali ke pekerjaan masing-masing, dalam setahun mereka masih diwajibkan berlatih selama satu bulan. "Ini agar kemampuannya sebagai komcad tetap terjaga," katanya.
Pos Hutabarat menegaskan, program komcad amat penting. Sebagai posisi tawar terhadap negara lain. "Karena keberadaan mereka memiliki efek gentar bila jumlah pasukan kita besar," ujarnya.
Dia mencontohkan China yang memiliki tiga juta tentara, dengan lima juta komcad. Jika RUU Komcad lolos, Dirjen Pothan menyebutkan, pemerintah menargetkan jumlah anggota komponen cadangan RI antara 100-120 ribu orang dalam 20 tahun. "Jika respon masyarakat positif dan anggarannya cukup, maka akan diperbesar," katanya. Anggaran program ini akan diambilkan dari APBN. Dirjen Pothan mengatakan, RUU Komcad sudah menjadi salah satu prioritas dalam Prolegnas 2009-2014. Saat ini, legislasi tersebut sudah berada di parlemen.
"Diharapkan tahun ini sudah mulai dibahas dan bisa selesai pada 2014. Sosialisasi di media massa sudah dilakukan Kemhan, dan kita melihat bahwa masyarakat menginginkan RUU Komcad ini bisa diselesaikan," ujarnya.
Lebih lanjut, Pos Hutabarat menambahkan, tak ada batas maksimum untuk komponen cadangan, yang penting mereka memiliki keahlian dan sudah mempunyai pekerjaan tetap. Setelah selesai, mereka akan kembali bekerja dan kalau dibutuhkan seandainya terjadi perang, mereka akan dipanggil untuk memperkuat komponen utama (TNI). Sementara itu, untuk perusahaan swasta wajib mengizinkan karyawannya menjadi anggota komponen cadangan.
"Mereka tak perlu memberikan gaji, karena akan ditanggung pemerintah melalui kompensasi yang diberikan saat mengikuti pelatihan," ucapnya.
Sumber: Suara Karya
Monday, July 15, 2013
Pemprov Kaltim Hibahkan Satu Unit Helikopter Bell-412 EP ke Kemhan
(Foto: DMC)
13 Juli 2013, Kementerian Pertahanan menerima hibah berupa Helikopter Bell-412 EP buatan PT Dirgantara Indonesia (PT.DI) dari Pemprov Kalimantan Timur (Kaltim) untuk kepentingan operasi TNI AD. Kegiatan serah terima helikopter Bell-412 EP dilaksanakan Sabtu, (13/7) di Hanggar Rotary Wing, PT Dirgantara Indonesia (Persero) Bandung. Hibah senilai Rp 120 miliar dari APBD 2012 Pemprov Kaltim itu selanjutnya digunakan TNI AD guna menjaga perbatasan.
Penyerahan Helikopter ini dilaksanakan dengan penandatanganan naskah serah terima helikopter Bell-412 EP oleh Direktur PT. DI Budi Santoso, Kabaranahan Kemhan Laksamana Muda TNI Rachmad Lubis, dan Aslog Panglima TNI Mayjen Joko Sriwidodo. Turut menyaksikan penyerahan helikopter tersebut Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak.
Menhan Purnomo Yusgiantoro dalam sambutannya mengapreasiasi sumbangsih dari Pemprov Kaltim tersebut. Langkah itu dinilai guna mendukung pembangunan kekuatan esensi minimum alutsista. Khususnya di wilayah Kaltim, kehadiran heli multifungsi itu semakin meningkatkan keamanan wilayah.
Ditambahkan Menhan, heli dengan extra performance itu akan ditempatkan dalam skuadron serbu di Berau. Selain bagian skadron serbu, Helikopter Bell-412 EP berfungsi untuk patroli dan juga untuk keperluan operasi militer selain perang seperti misi sosial penanganan bencana.
Sementara itu Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak merasa bangga helikopter tersebut diproduksi oleh anak bangsa sendiri yang bernaung dalam PT DI.
Menurut Awang Faroek Helikopter ini membantu TNI dalam menjalankan tugas pengawasan perbatasan di Kaltim mengingat wilayah Kaltim secara geografis berbatasan langsung dengan negara Malaysia.
"Kaltim merupakan bagian dari kompartemen strategis pertahanan. Kami ingin memperkokohnya, mengingat jalur batas kami dengan Malaysia sepanjang 1.038 Km. Heli itu untuk pengawasan dan pengamanan perbatasan," kata Awang Faroek.
Dirut PT. DI, Budi Santoso menjelaskan bahwa Helikopter jenis Bell-412 EP berkapasitas 13 penumpang dengan diawaki 2 pilot. Heli tersebut dilengkapi perangkat canggih seperti radar dan forward looking infra red (FLIR) sehingga cakap mendeteksi sasaran. Power juga lebih besar dengan daya jelajah lebih luas.
Menurut Budi, serah terima Bell-412 EP ini merupakan produk ke-14 yang diserahkan PTDI kepada Kemhan RI. Helikopter serbaguna ini termasuk kelas menengah yang bisa diawaki dua orang pilot serta kopilot dan mampu mengangkut 13 penumpang.
Budi Santoso mengungkapkan Sebelumnya, Kaltim menjajaki proses kerja sama dimulai sejak 2009 ketika tim Pemprov Kaltim melakukan penjajakan dengan PT DI di Bandung. Pengadaan akhirnya dimulai pada Maret 2012 dan siap diberikan pada Juni 2013 sehingga diserahkan secara resmi pada bulan Ramadan ini untuk selanjutnya dioperasikan oleh TNI AD.
Sumber: Kemhan
13 Juli 2013, Kementerian Pertahanan menerima hibah berupa Helikopter Bell-412 EP buatan PT Dirgantara Indonesia (PT.DI) dari Pemprov Kalimantan Timur (Kaltim) untuk kepentingan operasi TNI AD. Kegiatan serah terima helikopter Bell-412 EP dilaksanakan Sabtu, (13/7) di Hanggar Rotary Wing, PT Dirgantara Indonesia (Persero) Bandung. Hibah senilai Rp 120 miliar dari APBD 2012 Pemprov Kaltim itu selanjutnya digunakan TNI AD guna menjaga perbatasan.
Penyerahan Helikopter ini dilaksanakan dengan penandatanganan naskah serah terima helikopter Bell-412 EP oleh Direktur PT. DI Budi Santoso, Kabaranahan Kemhan Laksamana Muda TNI Rachmad Lubis, dan Aslog Panglima TNI Mayjen Joko Sriwidodo. Turut menyaksikan penyerahan helikopter tersebut Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak.
Menhan Purnomo Yusgiantoro dalam sambutannya mengapreasiasi sumbangsih dari Pemprov Kaltim tersebut. Langkah itu dinilai guna mendukung pembangunan kekuatan esensi minimum alutsista. Khususnya di wilayah Kaltim, kehadiran heli multifungsi itu semakin meningkatkan keamanan wilayah.
Ditambahkan Menhan, heli dengan extra performance itu akan ditempatkan dalam skuadron serbu di Berau. Selain bagian skadron serbu, Helikopter Bell-412 EP berfungsi untuk patroli dan juga untuk keperluan operasi militer selain perang seperti misi sosial penanganan bencana.
Sementara itu Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak merasa bangga helikopter tersebut diproduksi oleh anak bangsa sendiri yang bernaung dalam PT DI.
Menurut Awang Faroek Helikopter ini membantu TNI dalam menjalankan tugas pengawasan perbatasan di Kaltim mengingat wilayah Kaltim secara geografis berbatasan langsung dengan negara Malaysia.
"Kaltim merupakan bagian dari kompartemen strategis pertahanan. Kami ingin memperkokohnya, mengingat jalur batas kami dengan Malaysia sepanjang 1.038 Km. Heli itu untuk pengawasan dan pengamanan perbatasan," kata Awang Faroek.
Dirut PT. DI, Budi Santoso menjelaskan bahwa Helikopter jenis Bell-412 EP berkapasitas 13 penumpang dengan diawaki 2 pilot. Heli tersebut dilengkapi perangkat canggih seperti radar dan forward looking infra red (FLIR) sehingga cakap mendeteksi sasaran. Power juga lebih besar dengan daya jelajah lebih luas.
Menurut Budi, serah terima Bell-412 EP ini merupakan produk ke-14 yang diserahkan PTDI kepada Kemhan RI. Helikopter serbaguna ini termasuk kelas menengah yang bisa diawaki dua orang pilot serta kopilot dan mampu mengangkut 13 penumpang.
Budi Santoso mengungkapkan Sebelumnya, Kaltim menjajaki proses kerja sama dimulai sejak 2009 ketika tim Pemprov Kaltim melakukan penjajakan dengan PT DI di Bandung. Pengadaan akhirnya dimulai pada Maret 2012 dan siap diberikan pada Juni 2013 sehingga diserahkan secara resmi pada bulan Ramadan ini untuk selanjutnya dioperasikan oleh TNI AD.
Sumber: Kemhan
TNI AU Pesan Tiga Unit PUNA dari PT DI
(Foto: BPPT)
15 Juli 2013, Jakarta: Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) atau lebih dikenal dengan pesawat tanpa awak mulai diproduksi tahun ini oleh industri pertahanan dalam negeri. TNI Angkatan Udara telah memesan tiga unit PUNA dari PT Dirgantara Indonesia.
"Tahun ini sudah dipesan tiga unit dari TNI AU," ujar Direktur Teknologi dan Pengembangan Enginerring PT DI, Andi Alisjahbana dalam siaran pers PT DI yang diterima wartawan di Jakar-ta, Sabtu (13/7). Pada hari yang sama, PT DI menyerahkan 1 unit Helikopter Bell 412 EP hibah Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur kepada TNI Angkatan Darat di Hanggar Rotary Wing PT DI. Helikopter ini senilai Rp 120 miliar.
Pesawat tanpa awak yang dipesan TNI AU, spesifikasinya low boom, bentang sayap 6,34 meter, berat 60 kilogram, berat muatan 25 kilogram, sistem prolusi mesin bensin dua tak, max 22 HP, muatan kamera video.
Semantara, lepas landas 130 kilogram, kecepatan jelajah 55 knot, ketahanan terbang 4 jam, jarak jelajah 200 kilometer, ketinggian 12.000 kaku, jarak lepas landas 300 meter, tempat pendaratan darat, dan sistem kendali manual maupun autopilot.
Andi mengungkapkan pemesanan dari TNI AU akan terus berkembang hingga mencapai target awal satu skuadron. Pesawat tanpa awak akan dioperasikan untuk pengintaian dan pengawasan di wilayah perbatasan negara.
Pengerjaan PUNA merupakan sinergi PT DI, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan PT LEN. Sinergi itu akan menghasilkan pesawat yang membantu mengatasi permasalahan senjata militer di TNI.
"Ini merupakan solusi karena dapat digunakan sebagai pengawasan darat selain itu teknologi kamera dapat mengambil data dan mengirimkannya di darat, maka dari itu pesawat tanpa awak ini akan dikembangkan dalam kedepannya," kata Andi.
Diminati Asean
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, secara simbolis mengucurkan air dari kendi seusai penandatanganan serah terima Helikopter Bell-412 EP Kepada Kementerian Pertahanan RI di Hanggar PT. Dirgantara Indonesia (PT. DI), Bandung, Jabar, Sabtu (13/7). Serah terima ini merupakan hibah dari Pemprov Kaltim guna peningkatan kemampuan daya tempur TNI dalam menjaga keutuhan NKRI. (Foto: ANTARA FOTO/Fahrul Jayadiputra/ed/mes/13)
Selain menyelesaikan pemesanan pesawat tanpa awak, PT DI juga memproyeksikan pembuatan pesawat patroli dan angkut CN-235 dan CN-295. Pesawat ini berdasarkan pesanan Malaysia, Thailand dan Filipina, jika kontrak itu terealisasi.
"Di antara ketiga proyeksi itu, kemungkinan besar, yang segera terealisasi yaitu dengan Filipina. Pasalnya masih dalam proses tender," ujar Direktur bidang Kualitas merangkap Manager Komunikasi PT DI, Sonny Saleh Ibrahim.
Proyeknya, pembuatan dua unit CN 235 NPA dengan nilai sekitar 31-33 juta Dollar Amerika Serikat (AS) per unit. Lalu, dua unit CN 295, yang nilainya sekitar 36 juta Dollar AS per unit.
Rencana pemesanan dari Thailand, lanjut Sonny, dua unit pesawat CN-295. Peruntukannya adalah bagi Thailand Royal Police. Negara itu ingin memperkuat armada kepolisiannya.
Negara ASEAN lainnya, yaitu Malaysia juga siap menjalin kerjasama dengan PT DI. Bentuknya yaitu modifikasi CN 235 sport menjadi CN 235 NPA. Nilai kontrak modifikasi itu sekitar 8-10 juta dolar AS per unit. Selain modifikasi, Malaysia pun siap memesan 3 unit CN 235 NPA.
Seiring geliat pemesanan, kata Sonny, PT DI memproyeksikan peningkatan nilai kontrak untuk pembuatan pesawat terbang, service pesawat, pemesanan komponen, dan pembuatan alat utama sistem senjata (alutsista).
"Proyeksi kami, senilai Rp 4,24 triliun. Harapannya, senilai Rp 3,89 triliun merupakan pemesanan dan pembuatan pesawat. Sisanya Rp 342 miliar, merupakan hasil bisnis service pesawat, pemesanan komponen, dan alutsista engineering," jelas dia.
Sonny mengharapkan 50 persen nilai kontrak sebesar Rp 4,24 triliun itu dari beberapa negara Asia Pasifik. "Tahun ini, proyeksi komposisi kontrak tidak sama dengan tahun lalu. Pada 2012, mayoritas kontrak dari dalam negeri," ujarnya.
Nilai kontrak Rp 4,24 triliun itu merupakan kontribusi pembuatan pesawat CN 295, NC 212, CN 235, serta helikopter jenis Bell atau Puma. "Untuk lainnya, seperti aircraft service, harapannya sebesar Rp120 miliar. Lalu, pembuatan komponen pesawat komersil Rp 150 miliar. Sedangkan alutsista engineering Rp 72 miliar," papar dia.
Sumber: Suara Karya
15 Juli 2013, Jakarta: Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) atau lebih dikenal dengan pesawat tanpa awak mulai diproduksi tahun ini oleh industri pertahanan dalam negeri. TNI Angkatan Udara telah memesan tiga unit PUNA dari PT Dirgantara Indonesia.
"Tahun ini sudah dipesan tiga unit dari TNI AU," ujar Direktur Teknologi dan Pengembangan Enginerring PT DI, Andi Alisjahbana dalam siaran pers PT DI yang diterima wartawan di Jakar-ta, Sabtu (13/7). Pada hari yang sama, PT DI menyerahkan 1 unit Helikopter Bell 412 EP hibah Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur kepada TNI Angkatan Darat di Hanggar Rotary Wing PT DI. Helikopter ini senilai Rp 120 miliar.
Pesawat tanpa awak yang dipesan TNI AU, spesifikasinya low boom, bentang sayap 6,34 meter, berat 60 kilogram, berat muatan 25 kilogram, sistem prolusi mesin bensin dua tak, max 22 HP, muatan kamera video.
Semantara, lepas landas 130 kilogram, kecepatan jelajah 55 knot, ketahanan terbang 4 jam, jarak jelajah 200 kilometer, ketinggian 12.000 kaku, jarak lepas landas 300 meter, tempat pendaratan darat, dan sistem kendali manual maupun autopilot.
Andi mengungkapkan pemesanan dari TNI AU akan terus berkembang hingga mencapai target awal satu skuadron. Pesawat tanpa awak akan dioperasikan untuk pengintaian dan pengawasan di wilayah perbatasan negara.
Pengerjaan PUNA merupakan sinergi PT DI, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan PT LEN. Sinergi itu akan menghasilkan pesawat yang membantu mengatasi permasalahan senjata militer di TNI.
"Ini merupakan solusi karena dapat digunakan sebagai pengawasan darat selain itu teknologi kamera dapat mengambil data dan mengirimkannya di darat, maka dari itu pesawat tanpa awak ini akan dikembangkan dalam kedepannya," kata Andi.
Diminati Asean
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, secara simbolis mengucurkan air dari kendi seusai penandatanganan serah terima Helikopter Bell-412 EP Kepada Kementerian Pertahanan RI di Hanggar PT. Dirgantara Indonesia (PT. DI), Bandung, Jabar, Sabtu (13/7). Serah terima ini merupakan hibah dari Pemprov Kaltim guna peningkatan kemampuan daya tempur TNI dalam menjaga keutuhan NKRI. (Foto: ANTARA FOTO/Fahrul Jayadiputra/ed/mes/13)
Selain menyelesaikan pemesanan pesawat tanpa awak, PT DI juga memproyeksikan pembuatan pesawat patroli dan angkut CN-235 dan CN-295. Pesawat ini berdasarkan pesanan Malaysia, Thailand dan Filipina, jika kontrak itu terealisasi.
"Di antara ketiga proyeksi itu, kemungkinan besar, yang segera terealisasi yaitu dengan Filipina. Pasalnya masih dalam proses tender," ujar Direktur bidang Kualitas merangkap Manager Komunikasi PT DI, Sonny Saleh Ibrahim.
Proyeknya, pembuatan dua unit CN 235 NPA dengan nilai sekitar 31-33 juta Dollar Amerika Serikat (AS) per unit. Lalu, dua unit CN 295, yang nilainya sekitar 36 juta Dollar AS per unit.
Rencana pemesanan dari Thailand, lanjut Sonny, dua unit pesawat CN-295. Peruntukannya adalah bagi Thailand Royal Police. Negara itu ingin memperkuat armada kepolisiannya.
Negara ASEAN lainnya, yaitu Malaysia juga siap menjalin kerjasama dengan PT DI. Bentuknya yaitu modifikasi CN 235 sport menjadi CN 235 NPA. Nilai kontrak modifikasi itu sekitar 8-10 juta dolar AS per unit. Selain modifikasi, Malaysia pun siap memesan 3 unit CN 235 NPA.
Seiring geliat pemesanan, kata Sonny, PT DI memproyeksikan peningkatan nilai kontrak untuk pembuatan pesawat terbang, service pesawat, pemesanan komponen, dan pembuatan alat utama sistem senjata (alutsista).
"Proyeksi kami, senilai Rp 4,24 triliun. Harapannya, senilai Rp 3,89 triliun merupakan pemesanan dan pembuatan pesawat. Sisanya Rp 342 miliar, merupakan hasil bisnis service pesawat, pemesanan komponen, dan alutsista engineering," jelas dia.
Sonny mengharapkan 50 persen nilai kontrak sebesar Rp 4,24 triliun itu dari beberapa negara Asia Pasifik. "Tahun ini, proyeksi komposisi kontrak tidak sama dengan tahun lalu. Pada 2012, mayoritas kontrak dari dalam negeri," ujarnya.
Nilai kontrak Rp 4,24 triliun itu merupakan kontribusi pembuatan pesawat CN 295, NC 212, CN 235, serta helikopter jenis Bell atau Puma. "Untuk lainnya, seperti aircraft service, harapannya sebesar Rp120 miliar. Lalu, pembuatan komponen pesawat komersil Rp 150 miliar. Sedangkan alutsista engineering Rp 72 miliar," papar dia.
Sumber: Suara Karya